Selamat Datang

demahluhur.blogspot.com

Kamis, 11 Oktober 2012

Sejarah bandung lautan api

Mar 27, '08 9:25 PM
untuk semuanya

Masyarakat meninggalkan kota bandung yang terbakar
Surat Kabar De Waarheid sebagaimana dikutif Soeara Merdeka Bandung (Juli 1946) memberitahukan bahwa di Downingstreer 10. London, pada awal tahun 1946, Inggris menjanjikan penarikan pasukannya dari Jawa Barat dan menyerahlan Jawa Barat kepada Belanda, yang selanjutnya akan menggunakan sebagai basis militer untuk menghadapi Republik Indonesia.

Kesepakatn dua sekutu Inggris dan NICA (Nederlands Indie Civil Administration) Belanda itu memunculkan perlawanan heroic dari masyarakat dan pemuda pejuang di Bandung, ketika tentara Inggris dan NICA melakukan serangan militer ke Bandung. Tentara sekutu berusaha untuk menguasai Bandung, meskipun harus melanggar hasil perundingan dengan Republik Indonesia.

Agresi militer Inggris dan NICA Belanda pun memicu tindakan pembumihangusan kota oleh para pejuang dan masyarakat Bandung.
Warga Bandung cinta kotanya yang indah, tetapi lebih cinta kemerdekaan….
Sekarang Bandung telah menjadi lautan api …………………………..
Mari, Bung … Bangun … Kembali ……


Tentara Sekutu dan NICA Belanda, yang menguasai wilayah Bandung Utara (wilayah di utara jalan kereta api yang membelah kota Bandung dari timur ke baratt), memberikan ultimatum (23` Maret 1946) supaya Tentara Republik Indonesia (TRI) mundur sejauh 11 km dari pusat kota (wilayah di selatan jalan kereta api dikuasai TRI) paling lambat pada tengah malam tanggal 24 Maret 1946. Tuntutan itu disetujui Pemerintah Republik Indonesia di Jakarta, padahal Markas Besar di Yogyakarta telah memerintahkan TRI untuk mempertahankan setiap jengkal tanah Bandung. TRI dan masyarakat Bandung memutuskan untuk mundur ke selatan, tetapi sambil membumihanguskan Kota Bandung agar pihak musuh tidak dapat memanfaatkannya.

Pada siang tanggal 24 Maret 1946, TRI dan masyarakat mulai mengosongkan Bandung Selatan dan mengungsi ke selatan kota. Pembakaran diawali pada pukul 21.00 di Indisch Restaurant di utara Alun-alun (BRI Tower sekarang). Para pejuan dan masyarakat membakari bangunan penting di sekitar jalan kerata api dari Ujung Berung hingga Cimahi. Bersamaan dengan itu, TRI melakukan serangan ke wilayah utara sebagai “upacara” pengunduran diri dari Bandung, yang diiringi kobaran api sepanjang 12 km dari timur ke barat Bandung membara bak lautan api dan langit memerah mengobarkan semangat juang. Tekad untuk merebut kembali Bandung muncul di dalam hati setiap pejuang.

Sejarah heroic itu tercatat dalam sejarah bangsa Indonesia sebagai peristiwa Bandung Lautan Api (BLA). Lagu Halo-halo Bandung ciptaan Ismail Marzuki menjadi lagi perjuangan pada saat itu. Akhirnya, NICA Belanda berhasil menguasai Jawa Barat sepenuhnya melalui Perjanjian Renville (17 Januari 1948) yang menekan Pemerintah Republik Indonesia untuk mengosongkan Jawa barat dari seluruh pasukan tentara Indonesia, menyusul kegagalan agresi militer 20 Juli – 4 Agustus 1947. NICA melanggar`gencatan senjata dan terus menggempur basis pertahanan tentara Indonesia hingga Januari 1948. Pasukan Indonesia (Divisi Sliwangi) terpaksa hijrah ke Jawa Tengah pada`tanggal 1 – 22 Pebruari 1948.

Semenjak Jepang menyerah kepada Sekutu pada Perang Pasifik yang berlanjut dengan berkumandangnya proklamasi Republik Indonesia tentara Jepang di berbagai kota di Indonesia mulai dilucuti dan meninggalkan kota. Tentara Sekutu sebagai pemenang perang pun hadir dengan puluhan ribu tentara untuk mengawasi dan melucuti tentara Jepang di berbagai kota terutama Jakarta, Semarang dan Surabaya dengan yang dipimpin oleh tentara Inggris, dikomandoi Gubernur Jendral Mallaby.
Hadirnya Sekutu ternyata diboncengi oleh Netherlands Indische Civil Administration (NICA) yang masih ingin menguasai sebuah negara yang baru merdeka. Perang Revolusi Indonesia pun terjadi dengan semangat yang jauh lebih besar sebagai bangsa yang merdeka. Kota Surabaya menjadi pemicu perlawanan terhadap Sekutu dan NICA. 10 November 1945, tentara dan rakyat Indonesia bertempur habis-habisan mempertahankan kota hingga satu bulan lebih. Peristiwa tersebut kita kenang sebagai Hari Pahlawan.
Semarang pun tak luput dari usaha pendudukan kembali Belanda. Pertempuran rakyat dan TNI di Ambarawa pada tanggal 15 Desember 1945 kita kenang dengan sebutan Palagan Ambarawa.
Bagaimana dengan Bandung? Bandung memilih jalan damai –ABCD, Anak Bandung Cinta Damai– meskipun semenjak hari proklamasi Badan Keamanan Rakyat (BKR) dibentuk, menyusul bulan Oktober Laskar Wanita Indonesia (LASWI) didirikan, hingga ke satuan Pelajar Pejuang. Di bidang perjuangan lainnya yaitu jalur diplomasi Oto Iskandar Di Nata memimpin cara damai agar Jepang keluar dari Bandung. Di saat yang sama Sekutu dan NICA juga telah hadir melucuti tentara Jepang dan berusaha menduduki kota Bandung.
Jalur diplomasi ternyata belum tentu disukai semua pihak. Tidak hanya Oto yang dikecam, masyarakat Bandung pun disindir sebagai orang lemah, tak punya semangat revolusi, tak berani mengangkat senjata, dan banyak sindiran lain terutama setelah peristiwa 10 November dan Palagan Ambarawa terjadi.
Perjuangan Oto mengakibatkan Sekutu dan NICA tidak berhasil secara de jure menduduki kota Bandung, namun Si Jalak Harupat malah diculik oleh Laskar Hitam yang kabarnya adalah usaha pihak yang tak suka dengan cara Oto di jaman revolusi tersebut. Musibah lain pun datang, sungai Cikapundung meluap menelan ratusan korban jiwa. Kesempatan ini dipakai oleh Sekutu dan NICA untuk menggempur kota Bandung dan menguasainya di akhir November 1945.
Jalan diplomasi tetap dilakukan, namun corong berani Si Jalak Harupat telah menghilang diculik bersama Residen Priangan, Walikota dan Ketua Komite Nasional Indonesia Priangan.
Tentara Republik Indonesia, Siliwangi, BKR, LASWI dan Pelajar Pejuang beserta rakyat bertahan mempertahankan kota, namun kondisinya semakin parah, hingga akhirnya keadaan semakin terpuruk selama dua bulan berikutnya. Sekutu dan NICA mulai menguasai kota secara de facto. Saat Tentara Republik Indonesia dipaksa menyerah dan meninggalkan kota sejauh radius 11km; Majelis Persatuan Perjuangan Priangan memutuskan untuk membakar kota untuk mencegah Sekutu dan Belanda mempergunakan fasilitas dan instalasi penting.
Kolonel Abdul Haris Nasution sebagai Komandan Divisi III Siliwangi menginstruksikan rakyat untuk mengungsi pada tanggal 24 Maret 1946. Malam harinya bangunan-bangunan penting mulai dibakar dan ditinggalkan mengungsi ke Bandung Selatan oleh sekitar 200.000 warganya. Kota Bandung yang terbakar ini juga disaksikan oleh istrinya Si Jalak Harupat yang masih menunggu kabar kepastian hilangnya sang suami. Warga mengungsi dengan membawa barang seadanya, sebagian mengatur perjalanan ungsian, sebagian menyelamatkan dokumen-dokumen kota, sebagian membakar gedung-gedung penting, bahkan meledakkan bangunan-bangunan besar, hingga instalasi militer pun dihancurkan, salah satunya gudang mesiu yang diledakkan oleh Mohammad Toha yang gugur bersama ledakan. Tengah malam kota Bandung yang terbakar telah ditinggalkan. Menyisakan kenangan perjuangan Bandung Lautan Api.
Peristiwa tersebut dikenang hingga kini. Mars Halo Halo Bandung diciptakan, monumen pun didirikan di lapangan Tegallega. Sineas pun tak luput menjadikan peristiwa tersebut dalam film “Toha Pahlawan Bandung Selatan”, sebuah film karya Usmar Ismail, juga film “Bandung Lautan Api” karya Alam Rengga Surawijaya. Tak ketinggalan penulis puisi W.S. Rendra juga mengabadikan dalam Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api
Tahun lalu, di bulan Juli 2005 seorang warga di jalan Mohamad Toha 236 menemukan tiga bom roket aktif tertimbun dalam tanah. Menurut pihak kepolisian di lokasi tersebut adalah bekas gudang mesiu yang dulu diledakkan oleh Mohamad Toha.
Sayangnya, lapangan luas Tegallega beserta monumen Bandung Lautan Api terkesan kumuh, tidak senyaman plaza Gasibu. Saya sendiri pun masih merasa malas untuk menikmati lapangan dan monumen tersebut dengan kondisi seperti itu.
KEPEDULIAN BANDUNG HERITAGE DALAM MELESTARIKAN SEMANGAT PERJUANGAN BANDUNG LAUTAN API
Peristiwa “Bandung Lautan Api” merupakan suatu rangkaian peristiwa sejarah yang terjadi pada suatu hari di tanggal 24 Maret 1946, dalam waktu tujuh jam sekitar 200.000 penduduk Bandung mengukir  sejarah dengan membakar rumah dan harta benda mereka lalu meninggalkan kota menuju pegunungan di selatan kota Bandung, dan beberapa tahun kemudian lagu “Halo-halo Bandung” ditulis untuk melambangkan emosi mereka, seiring janji akan kembali ke kota tercinta yang telah menjadi Lautan Api.
Dalam rangka memperingati dan mengajak warga Bandung untuk memahami peristiwa “Bandung Lautan Api”, maka sepanjang tahun 1997, Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung (Bandung Heritage) bekerjasama dengan American Express Bank Fondation (AMEX Bank Fondation), membuat “Bandung Lautan Api Heritage Trail” atau “Jejak Perjuangan Bandung Lautan Api”. Dalam membuat jalur ini, telah dibangun 10 stilasi berukuran tinggi sekitar 1,5m. Stilasi ini memiliki tiga sisi yang memberikan informasi tentang peristiwa yang terjadi dilokasi berdirinya stilasi tersebut, yaitu keterangan Pembuat Stilasi (Bandung Heritage) dan (AMEX Bank Fondation), Teks Lagu “Halo-Halo Bandung” sebagai Penanda Stilasi, serta Peta “Bandung Lautan Api Heritage Trail”. “Bandung Lautan Api Heritage Trail” dibuat dari Bandung Utara ke Bandung Selatan, melintasi jalur kereta api dan berakhir di Lapangan Tegallega dengan Tugu “Bandung Lautan Api” yang telah dibangun beberapa tahun sebelumnya.

Sayangnya, hanya setahun setelah jalur ini dibuat, beberapa stilasi telah mengalami kerusakan. Ketika usia jalur semakin bertambah, beberapa stilasi lainnya semakin tidak terawat dan kotor. Demikian halnya dengan Tugu “Bandung Lautan Api”. Sebenarnya “Bandung Lautan Api Heritage Trail” telah diserahkan kepada Pemerintah Kota Bandung, dalam hal pemeliharaan dan perawatan. Namun ketiadaan program yang jelas dari pemerintah kota dalam merawat tugu dan stilasi di Kota Bandung, menyebabkan tugu dan stilasi di Kota Bandung menjadi semakin merana. Sebagai kepedulian Bandung Heritage  Pada tahun 2004 Bandung Heritage mengerahkan angotanya untuk melaksanakan kegiatan Gertak OPSIH Stilasi Bandung Lautan Api. Dengan dana dari sumbangan sukarela dan dengan bekerja sama dengan Camat Regol pada waktu itu dilaksanakanlah pembersihan 10 (sepuluh) stilasi Bandung Lautan Api yang tersebar dibeberapa tempat.

Sekilas Lintas tentang Konsep estetika stilasi Bandung Lautan Api Heritage Trail  
stilasi-BLA
 
Konsep bentuk, bangun dasar dari stilasi Bandung Lautan Api Heritage Trail, adalah prisma tegak, vertical diatas silinder piph, geometris sehigga pandangan keseluruhan menyerupai “TONGGAK atau “PILAR” yang eksak, ditengah bentuk-bentuk yang biasanya complicated dalam ruang urban. Dari kontras yang terjadi, diharapkan stilasi tersebut tumbuh menjadi eksistensi visual yang berarti sesuai dengan misinya sebagai tanda peringatan atau monumen. Teks bentuk “TONGGAK” atau “ PILAR” sangat penting terutama ketika dikaitkan kiranya tidak berlebihan jika stilasi  tersebut kita sebut sebagai `TONGGAK SEJARAH` atau `PILAR SEJARAH`.
Seperti kita pahami berasama, kehadiran stilasi Bandung Lautan Api Heritage Trail, adalah eksistensi sebuah tanda peringatan, ibarat sebuah pintu masuk menuju ruang kesejarahan, patut dirawat dan dipelihara agar benda ini lestari. (Sunaryo).
LOKASI 10 (SEPULUH) STILASI: 
bla1
 
 
 
 
Kantor Berita Domei (Jl. Ir. H. Juanda-Sultan Agung ); teks Proklamasi pertama kali dibaca oleh rakyat Bandung.”…. waktu itu saya sedang praktek luar ke Denki (PLN sekarang). Kebetulan kami melewati pertigaan jalan dago- Sultan Agung, gedung tinggi itu Kantor Berita Jepang, DOMEI. Disitu kami membaca pengumuman proklamasi. Saya masih ingat betul, itu tanggal 17 Agustus persis. Ditulis pada papan pengumuman, dengan kapur putih …” (Kolonel TNI (Purn.)Marcel Mohammad). 
bla2
Gedung Denis (Bank JABAR), Persimpangan Jl. Braga dan Naripan; insiden bendera yang dilakukan oleh E. Karmas dan Moeljono sekitar Oktober 1945. “… sampai diatas, lalu megang tiang bendera, ternyata saya berdua dengan Moeljono. Moeljono berteriak, “Terus, terus naik!” saya bingung. Waktu lihat kebawah, ngeri sekali. Untung saja, bendera terkulai, dan terpegang ujungnya. Moeljono memegang bendera, saya membuka bayonet, lantas bendera Belanda tersebut disobek bagian birunya. Ternyata banyak orang dibawah, saya agak besar hati karena tidak sendiri …” (M.E. Karmas).
bla3
Gedung Asuransi Jiwas Raya (Jl. Asia Afrika); dahulu markas Resimen 8.
“Tanggal 13 Oktober 1945, kurang lebih jam 9.00, pimpinan TKR sedang berapat di Gedung NILMIJ sebelah utara alun-alun. Tak diduga sebelumnya, dating konvoi pasukan komando … sangat disesalkan bahwa kami tidak diberitahu tentang kedatangan mereka … akhirnya kedatangan mereka dicurigai oleh semua badan perjuangan, meskipun mereka mengakui beiitikad baik untuk mengatur kembali Jepang dan membebaskan para tawanan Belanda,” (Kolonel TNI (Purn.) H. Daeng Kosasih Ardiwinata).
bla4
Rumah di Jl. Simpang; tempat perumusan serta diputuskannya pembumihangusan Kota Bandung.” … Kita disini asal bisa tidur, bisa makan. Sementara rapat, rapat, rapat, terus berjalan, membuat rencana. Kita sering berkumpul di Simpangsteeg… ada komandan resimen. Kumpul saja begini. Ada yang duduk diatas. Kita merencanakan disana.” (Kolonel TNI (Purn.) H. Daeng Kosasih Ardiwinata). 



bla5Jalan Oto Iskandardinata-Jalan Kautaman Istri.
” … Keadaan Bandung sudah gawat, orang-orang tua sudah mengungsi ke daerah Selatan. Pemuda-pemudi turut berjuang, apakah itu dapur umum, Palang Merah atau angkat senjata, “ (Hendriati Kuntarsih)




bla6
Rumah dan Markas Kolonel Abdul Haris Nasution (Jl. Dewi Sartika).”… Kantor tempat saya bekerja dulu namanya Regentsweg, persis disamping kabupaten,”  (Jenderal TNI (Purn.) A.H. Nasution) 





bla7
Pertigaan Lengkong dalam – lengkong tengah; tempat tinggal warga Indo-Belanda
“… 6 Desember 1945, Lengkong Besar dibom oleh pesawat Thunderbolt Inggris. Banyak  orang Indo Belanda yang tinggal di daerah ini,” Sungai Cikapundung, saksi bisu musibah banjir.”… waktu itu saya masuk PMI. Cikapundung Banjir besar sekali. Babakan Ciamis, lengkong, Sasak gantung. Kami diserang oleh Inggris, mereka membombardir dari Homann,” (Karman Somawidjaja)
 

bla8Jalan Jembatan Baru; Garis Pertahanan pemuda pejuang saat terjadintya pertempuran lengkong.
“… Saya ingat, pada hari minggu mereka menyerang ke jurusan lengkong. Kami bertahan antara Jembatan Baru dari Jam 8 pagi sampai 2 siang. Kami kalah kuat, ada serangan pesawat Mustang. Malah antara Ciateul-Haji Umar diserang Bom,” (Endang Momo)




bla9
SD ASMI (Jl. Asmi); markas Pemuda Pejuang sebelum Peristiwa Bandung Lautan Api.
”… Markas Pemuda PESINDO dan BBRI berada di Gang Asmi, ya di SD Asmi itulah. Keakraban diantara kami ditunjukan lewat tukar menukar senjata, ‘ (Upin UMri).
 
 
 
 
 
 
 
 
 
bla10
Jalan Mohammad Toha; gedung pemancar NIROM yang digumakan untuk menyebarkan Proklamasi RI ke seluruh Indonesia dan dunia.
”… kemudian Pak Darya menulis surat kabar Bandung, bahwa beliau berhasil menyiarkan lagu Indonesia Raya dan teks Proklamasi sehingga terdengar ke seluruh dunia. Bahkan ada orang Indonesia di Arab yang menyurati beliau, ‘Terima kasih, karena saya tahu dari radio Bandung’ …” (M.E. Karmas).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar